Selasa, 09 Maret 2010

pasal 28I(tgas pkn)

Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 28 I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.

Masalah impunity dalam kaitannya dengan Amandemen Kedua UUD 45 Pasal 28I ayat (1)

“Bahwasanya seseorang tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut” Itulah sedikit petikan bunyi pasal 28I UUD 45 amandemen kedua. Dalam ilmu hukum dinamakan prinsip hukum non- retroaktif. Prinsip tersebut bersumber dari azas legalitas von Feuerbach : “tidak ada tindak pidana, tanpa adanya peraturan yang mengancam pidana lebih dulu” seperti yang tercantum dalam pasal 1 KUHP kita Masalahnya apakah prinsip tersebut berlaku untuk kejahatan berat. Sebab dalam pasal tersebut tidak membedakan tindak pidana biasa dengan tindak pidana kejahatan kemanusiaan. Jika mendapat perlakuan yang sama, maka para pelaku tindak kejahatan kemanusiaan seperti tindak pelanggaran HAM berat akan bebas dari hukuman

Merujuk pada penjelasan RUU Pengadilan HAM bahwa pelanggaran HAM berat bukan merupakan pelanggaran terhadap KUHP. Sehingga prinsip non- retroaktif tidak berlaku pada kejahatan kemanusiaan. Meskipun dalam RUU pengadilan HAM Pasal 37 memberlakukan retroaktif perundang- undangan terhadap kejahatan kemanusiaan, tetap saja RUU tersebut akan gugur karena bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1). Karena sistem hirarki di Indonesiatidak membolehkan hukum yang lebih rendah tingkatannya bertentangan dengan yang lebih tinggi. Oleh karena itu jalan satu- satunya adalah mengamandemen pasal 28I ayat (1) dengan penambahan “kecuali kejahatan- kejahatan kemanusiaan berat”. Dengan mengamandemen ulang pasal 28I tersebut adalah salah satu cara mewujudkan supremasi hukum yang demokratik.

Masalah impunity dalam kaitannya dengan amandemen kedua UUD 45 Pasal 28I ayat (1) memang belum jelas apakah pasal tersebut berlaku sama terhadap tindak kejahatan- kejahatan kemanusiaan. Jika dilihat dari limu hukum uraian di atas cukup mendukung bahwa satu- satunya jalan adalah dengan mengamandemen pasal tersebut. Akan tetapi sampai UUD 45 amandemen keempat atau UUD 45 yang berlaku sekarang ini belum diubah.

Dari penjelasan- penjelasan masalah di atas intinya adalah untuk mereformasi hukum di Indonesia dengan penegakan supremasi hukum sehingga terwujud hukum yang adil. Era reformasi sudah cukup lama berjalan namum sampai sekarang penegakan hukum memang sulit dilaksanakan. Hal ini terjadi karena masih banyak kendala- kendala yang harus di hadapi. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam penegakan hukum. Semoga perkembangan hukum di Indonesia semakin maju dan dapat berjalan dengan adil.

Pasal 28I ayat (1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”

Pasal 28I ayat (2)

“Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”